Fonologi dan Morfologi Prosodik dengan Aplikasinya dalam Bahasa Melayu
Arbak Othman
Abstrak
Kajian ini cuba menggunakan teori yang diperkenalkan oleh Chomsky dan Halle dalam bukunya The Sound Pattern of English (1968) untuk melihat aplikasi rumus ke atas sintaksis melalui pelaksanaan set rum us penyesuaian, selain rumus fonologi yang beroperasi ke atas leksikon. Pelaksanaan rumus-rumus ini berguna untuk memperinci fenomena prosodik yang bersifat morfologikal berdasarkan morfologi leksikal. Fonologi prosodik menggunakan kategori dalam kata seperti mora, suku kata, akar dan, kata fonologikal bagi melihat proses prosodik yang berlaku pada aras kata. Pada aras ini akan diperlihatkan rumus-rumus fonologi dengan suku kata atau kaki sebagai ranahnya. Dalam bahasa Melayu, rumus syarat penyukuan kata dapat berupa glotalisasi, aspirasi, labialisasi, dan palatalisasi. Rumus labialisasi dan palatalisasi dihuraikan sebagai yang terlibat dalam pelaksanaan rumus morfologi prosodik, walaupun masih boleh juga dihuraikan dalam fonologi prosodik. Perbezaan ini ditunjukkan untuk menggambarkan kemungkinan unsur yang sama dapat dilakukan oleh proses melalui rumus-rumus dalam dua bidang prosodik yang berbeza tetapi saling mengisi. Teori morfologi prosodik McCarthy dan Prince (1988, 1990) digunakan untuk menghuraikan cara kata jamak dapat dibentuk oleh suatu kata minimal melalui pemetaannya ke atas kaki dalam bahasa Arab, mahupun bahasa Melayu. Ini ditunjukkan untuk membuktikan kemungkinan aplikasi hipotesis morfologi prosodik melalui penyukuan dan kehadiran mora dalam kata. Dalam bahasa Melayu ditunjukkan bagaimana rangkuman prosodik dapat beroperasi ke atas kata-kata yang mengambil prefiksa <me-> dan <ber->, selain proses afiksasi reduplikasi yang menentukan kehadiran vokal atau konsonan sebagai unsur akhir afiksa yang memberi sifat kepada kata bahasa Melayu. Proses reduplikasi dilihat juga dari segi penglibatan penyisipan afiksa <-em> dengan perubahan tertentu kepada vokal dan konsonan dalam kejadian kata ganda tertentu dalam bahasa Melayu. Dalam hal ini, konsep keminimalan bagi kata digunakan sebagai syarat kehadiran mora dalam kata tertentu bahasa Melayu. Syarat pemuasan templat pula digunakan sebagai kriteria tambahan bagi membantu menentukan kebenaran kejadian kata-kata ganda daripada dua suku kata dalam bahasa Melayu, iaitu dasar minimalnya tidak dapat berdiri sebagai kata minimal bebas dalam bahasa Melayu. Pendek kata, rumus fonologi dan morfologi prosodik dapat, dalam banyak hal, menerangkan kejadian kata-kata daripada berbagai-bagai bentuk dalam bahasa Melayu.
Abstract
This study made use of the theory introduced by Chomsky and Halle in their book The Sound Pattern of English (1968) to investigate the application of rules on syntax by using adjustment rules set, apart from the phonological rules that operate on lexicon. The use of rules is important in detailing the prosodic phenomena that are morphologically based on lexical morphology. Prosodic morphology uses the internal word category such as mora, syllables, roots and the phonological word to describe the prosodic processes occurring at the world level. At this level, the phonological rules are shown with syllables or feet as their domain. In Malay, the rules for syllabification may be in the form of glottalization, aspiration, labialiazation and palatalization. Labialization and palatalization rules are described as involving the execution of prosodic morphological rules, although it is still possible to describe it using prosodic phonology. This difference is purposely highlighted to show the possibility of the same element being processed using rules in two different prosodic areas, but nevertheless complementary. The prosodic morphological theory of McCarthy and Prince (1988, 1990) is used to describe the way compounds are formed from a minimal word via the mapping to foot in Arabic, and also in Malay. This is shown to prove the possibility of applying the prosodic morphology hypothesis through syllabification and the presence of mora in words. As for Malay, prosodic inclusion is shown to operate on words that acquire prefixes <me> and <ber->, apart from the reduplication affixation process that determines the presence of a vowel or a consonant as the final element in affixes that is characteristic to Malay words. Reduplication are also examined with respect to infixes <-em-> and <-er->, and also <me-> with certain changes to vowels and consonants in some compound formation in Malay. In this case, the minimality concept for words is used as a condition of the presence of mora in some Malay words. The fulfillment condition of template is used as an additional criterion to help in establishing the truth of the occurrence of compounds from two syllables in Malay, in which the minimal base cannot exist as a free minimal word in Malay. In short, phonological rules and prosodic morphology can, in many instances, explain the occurrence of words in many forms in Malay.
RUJUKA
Archangeli dan Pulleyblank, 1994. Grounded Phonology. London: The MIT Press.
Durand J., dan Katamba F. 1995. Frontiers of Phonology: Atoms. Structure. Derivations. London: Longman.
Goldsmith J.A. (ed.), 1995. The Handbook of Phonological Theory. Cambridge: Blackwell.
Kahn D. 1976. Syllable-Based Generalization in English Phonology. New York: Garland.
McCarthy dan Price, 1988. “Quantitative Transfer in Reduplicative and Templatic Morphology”, dlm. Linguistics in the Morning Calm: Linguistic Society. Korea.
McCarthy dan Price, 1990. “Prosodic Morphology and Templatic Morphology” (ed.), Perpectives on Arabic Linguistics: Papers from the Second Symposium.
Nespor. M dan Vogel, 1986. Prosodic Phonology. Foris: Dordretch. Selkirk, 1980. “Prosodic Domains in Phonology” dalam M. Aronoff dan Kean, (ed.), Juncture: Amma Libri.
Silkirk. 1982. “The Syllable” dlm. Hulst, H.G. Van Der dan .Smith, (ed.), The Structure of Phonological Representations Part II. Faris: Dordretch.